Senin, 14 Februari 2011

Waspadai Penyebaran HIV/AIDS

       Waspadai Terhadap Penyebaran HIV/AIDS

   Jumlah penduduk Indonesia yang hidup dengan virus HIV diperkirakan antara 172.00 dan 219.00, sebagaian besar adalah laki-laki. Jumlah itu merupakan 0,1 % dari jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan. Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPA), sejak 1987 sampai Juni 2008, tercatat 12.686 kasus AIDS - 2.479 di antaranya telah meninggal.
   Lajimnya kejadian HIV dan AIDS merupakan fenomena Gunung Es, bila sebanyak 0,1% yang dinyatakan menderita dan mengidap HIV/AIDS tersebut berarti masih banyak lagi  melebihi  angka tersebut di antara masyarakat yang belum terdeteksi sebagai ODHA (orang dengan HIV dan AIDS). HIV masih merupakan ancaman utama bagi terlaksananya status kesehatan masyarakat yang optimal karena itu memerangi HIV dan AIDS termasuk agenda  Mellenium Development Gols (MDGs) yang ke-6.
    Penyebaran HIV dan AIDS di Indonesia masih terkonsentrasi pada golongan kelompok resiko tinggi yaitu para pengguna Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif lainnya (Napza), suntik (penasun) dan pekerja seks komersial. Akan tetapi sudah terlihat kecendrungan bahwa epidemi HIV/AIDS ini telah menjalar kepopulasi umum melalui penyebaran dari pengguna napza suntik ke pasangan seksnya. Penyebaran HIV tidak akan terjadi bila hanya dengan bergaul, bersentuhan bahkan berciuman dengan orang yang tertular HIV. Resiko terbesar adalah melalui kontak langsung dengan darah yang tertular atau melalui hubungan seks tanpa pelindung. Para pengguna narkoba beresiko tinggi karena mereka sering tukar menukar jarum, sehingga memungkinkan penularan dari sisa darah pada alat suntik yang baru digunakan dari satu orang ke orang lain.
    HIV/AIDS dapat beresiko terhadap epidemi yang meluas. Hal ini disebabkan rendahnya penggunaan kondom diperkirakan hanya sekitar 1,3% pasangan yang menggunakan kondom sebagai alat KB. Bahkan diantara para PSK, hanya sekitar setengah dari mereka yang menggunakan kondom oleh sebab itu HIV berpotensi menyebar dengan cepat dari para pengguna narkoba suntik dan para PSK, kepada para pelanggan pekerja seks dan kemudian kepada masyarakat umum. Menurut Departemen Kesehatan , pada tahun 2010 jumlah penduduk mengidap HIV berkisar mencapai setengah juta orang, bahkan satu juta  bila tidak ditangani secara serius dan efektif dapat dibayangkan bagai mana perkembangannya dimasa akan datang sementara prilaku penduduk semangkin tahun semangkin bertindak di luar batasan agama yang sudah seharusnya.
  Prioritas pertama upaya pencegahan di masyarakat adalah memberikan informasi sejelas-jelasnya kemasyarakat banyak akan semua fakta yang ditemui dalam penanggulangan hal ini. Misalnya ditemukan fakta bahwa banyak PSK mengaku bisa mengetahui bahwa pelanggannya tertular atau tidak hanya dengan melihat fisik dan kebiasaan pelanggan tersebut. Padahal faktanya adalah kita tidak dapat mengetahui seseorang terinfeksi HIV secara fisik jika memang  belum muncul gejala penyakit ketika sistem kekebalan tubuh sudah menurun (tahapan AIDS). Fakta lain menyebutkan sebuah survei terhadap remaja yang beranjak dewasa menunjukkan bahwa 40 % tidak mengetahui bagaimana menghindari HIV dan saat ini 1/3% dari remaja tersebut sudah melakukan hubungan seks diluar nikah. Selain itu kesadaran saja tidak cukup, seseorang yang telah memiliki informasi dasar (sekitar 66%; 61% wanita dan 71% pria- dari mereka dalam usia reproduksi, SDKI,2007) mungkin tidak akan merubah prilaku mereka ke hal-hal positif sesuai dengan anjuran kesehatan. Kebanyakan orang enggan menggunakan kondom dan malu membawa kondom kemana pun dia berada atau tepatnya lebih memilih berhubungan seks tanpa kondom dengan alasan ketidak nyamanan. Fakta lain menyebutkan masih banyak para suami yang telah berhubungan seks dengan PSK tanpa kondom lalu dengan tanpa perasaan bersalah dan berdosa melakukan hubungan seks dengan istri di rumah. Selain itu para ibu hamil yang terinfeksi HIV juga dapat menularkan ke anak yang baru dilahirkan melalui pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayinya. Fakta lain juga menyebutkan bila sudah banyak komunitas yang terserang HIV maka apabila mereka membutuhkan jasa pelayanan kesehatan kemungkinan tertular kepada pemberi jasa misalnya bidan, perawat, dokter dan laboran pada saat kontak langsung dengan pasien HIV/AIDS dalam produk darah dan buangan eksresi yang terinfeksi. Bila pemberi jasa pelayanan kesehatan tersebut tidak berhati-hati  dalam harti tidak memperdulikan proses sterilisasi atau DDT  serta  karena human error juga dapat terjangkit HIV/AIDS tersebut. Walau sebenarnya hal ini dapat dengan cermat dicegah karena itu di harapkan dokter, perawat dan bidan tidak perlu enggan merawat orang yang terkena HIV bahkan AIDS asalkan selalu berpegang pada prinsif-prinsif perawatan dasar yang steril dan selalu dengan perhitungan yang akurat. guna melindungi diri sendiri.
    Untuk itu saya rasa tidak salahnya setiap orang yang berkesempatan memiliki atau terpapar fakta-fakta temuan di atas melakukan tes serta memperoleh konseling yang tepat. Hal ini berdampak positif yaitu jika seseorang mengetahui mereka positif terinfeksi HIV, mereka harus mengurangi kemungkinan menularkannya kepada orang lain khususnya pasangannya. Dan meskipun belum dapat disembuhkan , saat ini ada obat-obatan yang disebut  antiretroviral  yang dapat membantu mengendalikan laju penyakit tersebut. Seyogyanya antiretroviral ini gratis tetapi dalam praktek nya ada biaya pendaftaran dan biaya-biaya lain dan saat ini obat tersebut hanya tersedia di rumah sakit kota besar saja.
        Jika kita ingin mencegah meluasnya epidemi , perlu membahas penyakit HIV/AIDS ini secara terbuka dan jujur serta mengambil langkah-langkah praktis. Namun HIV dan AIDS menghadapkan kita pada pilihan keras dan sulit, selain kelompok beresiko , kita juga harus beranggapan bahwa pada akhirnya semua orang beresiko terpajan penyakit inin, dengan demikian akan dapat dibentuk pendekatan yang berpeda dan mengarah pada pendekatan yang lebih tepat untuk mengambil langkah -langkah perlindungan yang diperlukan. Hal lain yang mempersulit keadaan.  Waspadailah  HIV/AIDS sebagai suatu masalah utama .Tanamkan permasalahan dimana kita saat ini memiliki kesadaran yang rendah akan arti hidup sehat, bersih dan teratur serta sesuai dengan aturan agama serta rendahnya kesadaran akan isu-isu HIV/AIDS serta terbatasnya layanan untuk menjalankan tes dan pengobatan. Kurang pengalaman untuk menanganinya dan adanya anggapan bahwa ini hanyalah masalah pada kelompok resiko tinggi ataupun mereka yang sudah tertular saja . Stigma yang kuat dimana masih menganggap bahwa HIV hanya akan menular pada orang-orang yang tidak bermoral saja harus kita ubah. Sudah menjadi keharusan kita bahwa masalah ini merupakan  masalah bersama dan harus ditanggulangi secara bersama pula. Kondisi ini dapat kita lihat bila dibandingkan dengan respon masyarakt terhadap penyakit lainnya seperti Hepatitis, malaria dan Tuberculosis. dinama masyarakat lebih mudah dilibatkan karena tidak ada stigma dan diskriminasi terhadap penyakit-penyakit tersebut.
     Harus komitmen kita  bahwa target MDGs untuk HIV dan AIDS adalah menghentikan laju penyebaran serta membalikkan kecendrungannnya pada tahun 2015. Saat ini kita belum dapat mengatakan telah melakukan dua hal tersebut karena di hampir semua daerah di Indonesia keadaannya tidak terkendalikan. Untuk mencapai target MDGs tersebut diperlukan suatu upaya besar-besaran dan terkoordinasi dengan baik di tingkat Nasional antara pemerintah, swasta , pemberi pelayanan kesehatan, tokoh agama dan masyarakat itu sendiri dalam  hal ini kita beruntung memiliki Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang aktif sehingga di harapkan tindakan mewaspadai HIV/AIDS bahkan pencapaian target memerangi HIV/AIDS dapat berjalan dengan baik dan semestinya.



 

1 komentar:

  1. Kiata harus ikut berperan serta dalam mencegah penyebaran HIV/AIDS, Saya setuju dengan ibu... terusya bu update berita-berita terbaru, blogya badus dan bermanfaat... semuga sukses

    BalasHapus